English French German Spain Italian Dutch

Russian Portuguese Japanese Korean Arabic Chinese Simplified
by : BTF

Minggu, 01 Juli 2012

GRAVES’ DISEASE



I.                   PENDAHULUAN

Penyakit Graves adalah penyakit otoimun dimana tiroid terlalu aktif, menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan metabolisme serius yang dikenal sebagai hipertiroidisme dan tirotoksikosis) dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia, lebih sering terjadi pada wanita dibanding pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran tirotoksikosis,goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy (pretibial myxedema) 1,2,3
Penyakit Graves adalah nama dari Robert J. Graves untuk dokter yang pertama kali menggambarkannya di Irlandia. Dia yang pertama mengidentifikasi gejala-gejala goiter, palpitasi dan exopthalmus pada tahun 1835. Penyakit ini juga disebut sebagai penyakit Basedow yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van Basedow, pada tahun 1840. Dia tidak tahu bahwa Graves telah menggambarkan penyakit yang sama beberapa tahun sebelumnya. Istilah penyakit Basedow ini lebih sering digunakan di benua Eropa, jika di Amerika, ini disebut penyakit Graves.1,2,4
Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves’ hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan  oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan.

I.                   EPIDEMIOLOGI
Penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari hipertiroid (60-90% dari semua kasus), Kurang lebih 15% penderita mempunyai predisposisi genetik, dengan kurang lebih 50%  dari penderita mempunyai autoantibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Angka kejadian pada wanita sebanyak 5 kali lipat daripada laki-laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun (perempuan: laki-laki dari kejadian 5:01-10:01). Graves penyakit juga merupakan penyebab paling umum dari hipertiroid berat, yang disertai dengan tanda-tanda lebih dan gejala klinis dan kelainan laboratorium dibandingkan dengan bentuk ringan dari hipertiroidisme. Tentang 30-50% orang dengan penyakit Graves juga akan menderita ophthalmopathy Graves (tonjolan dari salah satu atau kedua mata), yang disebabkan oleh peradangan pada otot mata dengan menyerang autoantibody.1,2

II.                ETIOLOGI DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Penyakit Graves merupakan suatu penyakit otoimun yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya masih belum diketahui.2,6. Hal ini disebabkan oleh autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis dan sekresi hormon, dan pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok membesar difus). Keadaan yang dihasilkan dari hipertiroidisme bisa menyebabkan konstelasi dramatis tanda neuropsikologis dan fisik dan gejala.1
Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves’ hipertiroidisme yang berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit ini disebabkan  oleh multifaktor antara genetik, endogen dan faktor lingkungan. 2
Terdapat beberapa faktor predisposisi 2 :
1.      Genetik
Riwayat keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk terkena Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama klas II yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β) mempunyai aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan mana T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun. 2
2.      Wanita lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen. Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen pada reseptor LH (7€85%) dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH (20€85%)
3.      Status gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya penyakit autoantibodi tiroid.
4.      Stress juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur neuroendokrin.
5.      Merokok dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.
6.      Toxin, infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia enterocolitica yang mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi timbulnya penyakit Graves’ terutama pada penderita yang mempunyai faktor genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid karena mutasi atau biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit ini.
7.      Periode post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.
8.      Pada sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.
9.      Multipel sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara langsung, mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hipertiroid.
10.  Terapi dengan interferon α



III.             ANATOMI DAN FISIOLOGI
Gambar 1. Hormon tiroid (T3 dan T4)  yang diproduksi oleh Kelenjar Tiroid dipicu oleh TSH yang terbentuk di Kelenjar hipofisis. (dikutip dari referensi no.8)

Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel yang memproduksi hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan mengkonsentrasikan iodin yang digunakan  untuk sintesis hormon tiroid. Hormon yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3). Kelenjar paratiroid menempel pada tiroid dan memproduksi hormon paratiroid (Parathormon ; PTH). PTH penting dalam pengontrolan metabolisme kalsium dan fosfat. Sel-Sel parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar di antara folikel. Sel-Sel ini memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi kalsium tulang.7
Kelenjar tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau sel C yang mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan metabolisme. T3 selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3 protein yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin di dalam koloid dari folikel, prealbumin pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang tidak terikat terdapat dalam sirkulasi darah.2
Pengaturan sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (thyroid-stimulating hormone) dan adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH (Thyrotropin-releasing hormone) dari hipothalamus. TSH disekresi dalam sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada kelenjar tiroid. TSH mengontrol produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi oleh T3, peningkatan konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respons adenohipofisis terhadap TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga dapat dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik) tetapi juga melalui pengaruh persarafan.2

IV.             PATOGENESIS
Gambar 2. Patogenesis Graves’ Disease (dikutip dari referensi no.2)

Hipertiroidisme pada penyakit Graves’ disebabkan oleh aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid stimulating hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum tulang) atau disebabkan proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T suppressor sehingga sel T helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan merangsang sel B untuk memproduksi TSH receptor antibodies. TSH receptor antibodies akan berikatan dengan TSH receptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan merangsang epithel folikular kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan triiodotironin (T4 dan T3) serta merangsang terjadinya hipertrophi dan hiperplasi kelenjar tiroid. Berikatannya Thyroid Stimulating Antibodi dengan reseptor TSH akan merangsang proses inflamasi dengan pengeluaran faktor-faktor inflamasi (sitokin) interleukin-1, tumor necrosis factor a (TNF-a) dan interferon-γ yang akan merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul regulator CD40 dan HLA class II sehingga sel akan mengalami proses inflamasi. Mekanisme ikatan dan aktifasi antara thyroid stimulating antibodies dengan receptor tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui dengan pasti. Suatu studi mengatakan thyroid stimulating antibodies akan bergabung dengan epitope yang sesuai pada domain ekstraseluler reseptor tirotropin.2

Ada 3 jenis autoantibodi terhadap reseptor TSH saat ini diakui:
1

a.    TSI, Thyroid-stimulating imunoglobulin: antibodi ini (terutama Imunoglobulin   G) bertindak sebagai LATS (Long-Acting Stimulan Tiroid), mengaktifkan sel-sel dengan cara yang lebih lama dan lebih lambat dari hormon thyroid-stimulating normal (TSH), yang menyebabkan produksi tinggi hormon tiroid.

b.   TGI, Tiroid imunoglobulin pertumbuhan: antibodi ini mengikat langsung ke reseptor TSH dan telah terlibat dalam pertumbuhan folikel tiroid.

c.    TBII, Thyrotropin Binding-Menghambat Imunoglobulin: antibodi ini menghambat serikat normal TSH dengan reseptornya. Beberapa benar-benar akan bertindak sebagai jika TSH sendiri adalah mengikat reseptornya, dengan demikian menyebabkan fungsi thyroid. Jenis lain tidak dapat merangsang kelenjar tiroid, tetapi akan mencegah TSI dan TSH dari mengikat dan merangsang reseptor.1

Dalam studi terhadap pasien tirotoksik, Sensenbach dkk. menemukan aliran darah otak yang akan meningkat, resistensi pembuluh darah otak menurun, perbedaan oksigen arteri menurun, dan konsumsi oksigen tidak berubah. Mereka menemukan bahwa selama pengobatan, ukuran otak terbukti secara signifikan turun, dan ukuran ventrikel meningkat. Penyebab dari perubahan yang luar biasa tidak diketahui, tetapi mungkin melibatkan regulasi osmotik. Sebuah studi oleh Singh et al. menunjukkan untuk pertama kalinya bahwa status thyroidal diferensial menginduksi apoptosis pada korteks otak dewasa. T3 tindakan langsung pada mitokondria korteks serebral dan menginduksi pelepasan sitokrom C untuk menginduksi apoptosis. Mereka mencatat bahwa otak kecil dewasa tampaknya kurang responsif terhadap perubahan status thyroidal.1

Hipertiroidisme menyebabkan tingkat yang lebih rendah dari apolipoprotein (A), HDL, dan rasio dari total / kolesterol HDL. Proses-proses dan jalur menengahi metabolisme perantara karbohidrat, lipid, dan protein semua dipengaruhi oleh hormon tiroid pada hampir semua jaringan. Protein pembentukan dan kehancuran keduanya dipercepat pada hipertiroidisme. Penyerapan vitamin A meningkat dan konversi karoten menjadi vitamin A dipercepat (persarafan tubuh yang juga meningkat, dan konsentrasi darah rendah vitamin A dapat ditemukan). Persarafan untuk tiamin dan vitamin B6 dan B12 meningkat. Kurangnya vitamin B telah terlibat sebagai penyebab kerusakan hati pada tirotoksikosis. Hyperthryoidism juga dapat meningkatkan kadar kalsium dalam darah sebanyak 25% (dikenal sebagai hiperkalsemia). Sebuah ekskresi meningkat kalsium dan fosfor dalam air seni dan tinja dapat menyebabkan hilangnya tulang dari osteoporosis. Hormon paratiroid (PTH) ditekan pada hipertiroidisme, mungkin sebagai tanggapan terhadap tingkat kalsium tinggi.1

Penyakit Graves’ ditandai dengan adanya baik sel B maupun sel T limfosit yang mudah tersensitisasi oleh paling sedikit 4 autoantigen tiroid yaitu reseptor TSH, tiroglobulin, tiroid peroksidase dan sodium atau iodide kotransporter. Reseptor TSH merupakan autoantigen primer pada penyakit Graves’ dan yang lain merupakan autoantigen sekunder. Pada penyakit Graves’, limfosit T menjadi tersensitisasi oleh antigen dan menstimulasi limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap antigen tersebut.2
Sel-sel B limfosit yang terkumpul dalam kelenjar tiroid penderita Graves’ menurunkan respons proliferatif terhadap sel B mitogen dan sekresi imunoglobulin basal meningkat dibandingkan dengan sel B di perifer, ini menunjukkan status yang aktif. Sel B tiroid ini secara invitro juga mensekresi autoantibodi tiroid secara spontan untuk melawan preaktivasi. Kelenjar tiroid merupakan tempat primer produksi autoantibodi tiroid pada penderita ini.2
Pada penyakit Graves’, kelenjar tiroid tidak lagi dibawah kontrol TSH hipothalamus tapi secara terus-menerus distimulasi oleh antibodi TSH-like activity yang kebanyakan ditemukan dalam subklas IgG1. Antibodi yang terikat pada reseptor TSH dibagi menjadi 2, antibodi yang mengawali proses transduksi sinyal intraseluler disebut sebagai TSH receptor-stimulating antibodies, sedangkan yang tidak disebut sebagai TSH receptor-blocking antibodies. TSH receptor-stimulating antibodies hanya terdeteksi pada penderita Graves’.2
Gambar 3. Patogenesis Oftalmopati Graves’ (dikutip dari referensi no.2)

V.                GEJALA KLINIS
Gambar 4. Presentasi Klinis Graves’ Disease (dikutip dari referensi no. 1)

Pada penderita usia muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia, diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara panas dan lebih suka udara dingin.3
Pada penderita di atas 60 tahun yang menonjol adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati dengan keluhan utama adalah palpitasi, sesak waktu melakukan aktivitas, tremor, nervous, dan penurunan berat badan.3
Gejala lain didapatkan juga penurunan berat badan tanpa disertai penurunan nafsu makan, kelenjar tiroid membesar, didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exopthalmus) dan umumnya terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama pada kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari kursi tanpa bantuan.3
Dermopati merupakan penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian bawah sebagai akibat dari penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema). Keadaan ini sangat jarang, hanya terjadi pada 2-3 % penderita.3
Gambar 5. Presentasi Klinis Graves’ Disease (dikutip dari referensi no. 10)

Secara rinci, Gejala-gejala penyakit Graves’ dalam berbagai sistem, adalah sebagai berikut:
·         Umum – Kelelahan, kelemahan
·         Dermatologic - Hangat, lembab, kulit halus, berkeringat; halus rambut; onycholysis; vitiligo, alopecia; pretibial myxedema
  • Neuromuskular - Getaran, kelemahan otot proksimal, kelelahan mudah, kelumpuhan periodik pada orang dari kelompok etnis rentan
  • Kerangka - Sakit punggung, peningkatan risiko untuk patah tulang
  • Kardiovaskular - Palpitasi, dyspnea pada aktivitas, nyeri dada.
  • Pernapasan - Dispnea
  • Gastrointestinal - motilitas usus meningkat dengan peningkatan frekuensi buang air besar
  • Ophthalmologic - Tearing, sensasi berpasir di mata, fotofobia, nyeri mata, mata menonjol (exopthalmus) , diplopia, kehilangan penglihatan
  • Ginjal - Poliuria, polidipsia
  • Hematologi - Mudah memar
  • Metabolik - Panas intoleransi, penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat.
  • Endokrin / reproduksi - periode menstruasi yang tidak teratur, penurunan volume menstruasi, ginekomastia, impotensi
  • Psikiatri - Gelisah, cemas, lekas marah, insomnia
Gambaran klinis dari Laboratorium, adalah :
·      Apabila ada kecurigaan hipertiroid maka yang diperiksa adalah FT4 (free tiroksin), FT3 dan TSHs.3
·      Pemeriksaan thyroid antibody diantaranya adalah Tg Ab (Thyroglobulin Antibodi) dan TPO Antibodi (Thyroperoxidase Antibodi) biasanya positif pada penderita Graves’ disease dan Hashimoto’s thyroiditis tetapi untuk TSH-R Ab (stimulating) adalah khas untuk Graves’ disease.3
·      I123 uptake atau technetium scan biasanya digunakan untuk mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya nodul “hot” atau “cold”. 3

VI.             DIAGNOSIS
A.    Anamnesis + Pemeriksaan Fisis
Dokter kadang-kadang dapat mendiagnosa penyakit Graves hanya berdasarkan pemeriksaan fisik dan riwayat medis.8 Hipertiroidisme penyakit Graves menyebabkan berbagai gejala. Diagnosis Graves’ dapat ditegakkan apabila didapatkan hipertiroid yang disertai exopthalmus. 3  Tanda lainnya yang merupakan diagnosis penyakit Graves’ adalah pretibial myxedema, gangguan kulit yang langka dengan tingkat terjadinya 1-4% , yang menyebabkan kental, kulit kemerahan pada kaki bagian bawah. Jenis gondok (pembesaran kelenjar tiroid) yaitu dari jenis difus (yaitu, menyebar ke seluruh kelenjar). Fenomena ini juga terjadi dengan penyebab lain dari hipertiroidisme, meskipun penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari gondok menyebar. Sebuah gondok besar akan terlihat oleh mata telanjang, tapi gondok yang lebih kecil mungkin hanya diketahui dengan pemeriksaan fisik. Pada kesempatan itu, gondok tidak terdeteksi secara klinis tetapi dapat dilihat hanya dengan CT atau pemeriksaan USG tiroid.1

B.      Laboratorium
Gambar 6. Skema kelainan laboratorium pada keadaan hipertiroidisme. (dikutip dari referensi no. 11)

Pemeriksaan minimal yang harus dikerjakan bila ada kecurigaan hipertiroid adalah FT4 dan TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4 dan penurunan TSHs, maka diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan. 3
Apabila FT4 dan TSHs keduanya meningkat, maka harus dicurigai adanya tumor pituitary yang memproduksi TSH.3
Apabila FT4 normal sedangkan TSHs rendah, maka FT3 harus diperiksa, diagnosis Graves’ disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat ditegakkan apabila FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick syndrome atau pada penderita yang mendapatkan terapi dopamine atau kortikosteroid.3
Hipertiroid dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus dilakukan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake, maka diagnosis Graves’ disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan. Radioiodine uptake yang rendah didapatkan pada hipertiroidism yang baik, tiroiditis subakut, tiroiditis Hashimoto fase akut, pengobatan dengan levotyroxin, yang jarang yaitu struma ovarii.3
Tjokroprawiro membuat 3 kriteria diagnostic Penyakit Graves’ yaitu : 3
a)      Diagnosis dengan penyakit Graves’ : struma, gejala umum, gejala kardiovaskular
b)      Diagnosis klinis penyakit Graves’ : diagnosis dengan Indeks Wayne > 20 atau Indeks New Castle > 40

Indeks Wayne
Gambar 7. Indeks Wayne. (dikutip dari referensi no. 11)






Indeks New Castle
Gambar 8. Indeks New Castle. (dikutip dari referensi no. 11)

c)      Diagnosis pasti penyakit Graves’ : diagnosis klinis ditambah FT4 meningkat dan TSHs menurun.

Dokter juga dapat mempertimbangkan tes Imunoglobulin thyroid-stimulating, karena antibodi tiroid harus diukur (hampir semua pasien dengan hipertiroidisme Graves memiliki terdeteksi TSHR-Ab atau Tes Antibodi TSH) . Pengukuran thyroid-stimulating imunoglobulin (TSI) adalah yang paling akurat ukuran antibodi tiroid. Mereka akan menjadi positif dalam 60 sampai 90% anak dengan penyakit Graves. Jika TSI tidak tinggi, maka penyerapan yodium radioaktif harus dilakukan; hasil yang tinggi dengan pola menyebar khas dari penyakit Graves.1,8
Hasil tes fungsi hati harus diperoleh untuk memantau toksisitas hati yang disebabkan oleh thioamides (obat antitiroid). 12
Penyakit Graves dapat berhubungan dengan anemia normositik, rendah-normal untuk sedikit tertekan jumlah WBC total dengan limfositosis relatif dan monocytosis, rendah normal untuk jumlah trombosit sedikit tertekan. Thionamides jarang dapat menyebabkan efek samping hematologi yang parah, tapi rutin skrining untuk peristiwa langka tidak hemat biaya. 12
Investigasi ginekomastia yang terkait dengan penyakit Graves dapat mengungkapkan seks meningkat pengikat hormon tingkat globulin dan penurunan tingkat testosteron bebas. 12
Penyakit Graves dapat memperburuk kontrol diabetes dan dapat tercermin oleh peningkatan hemoglobin A1C pada pasien diabetes. Sebuah profil lipid puasa mungkin menunjukkan penurunan kadar kolesterol total dan penurunan tingkat trigliserida.12

C.                 Radiologi
            Scan tiroid menunjukkan bagaimana dan di mana yodium didistribusikan tiroid. Pada penyakit Graves, seluruh kelenjar tiroid yang terlibat sehingga yodium muncul di seluruh kelenjar. Penyebab lain hipertiroidisme seperti nodul-benjolan kecil di kelenjar-akan menunjukkan pola yang berbeda dari distribusi yodium. 1

                                                               
Gambar 9. Scan tiroid yang terkena dampak sebelum dan sesudah terapi radioiodine. (dikutip dari referensi no. 1)

D.    Histopatologi
Biopsi untuk mendapatkan pengujian histologis biasanya tidak diperlukan, tetapi dapat diperoleh jika dilakukan tiroidektomi.1
Gambar 10. Gambaran Histopatologi Graves’ : hiperplasia difus dari kelenjar tiroid (Gejala klinis sebagai hipertiroid). (dikutip dari referensi no. 1)





VII.          PENATALAKSANAAN
Walaupun yang mendasari penyakit Graves ini adalah suatu proses autoimun, namun penatalaksanaan ditujukan untuk mengendalikan hipertiroidnya. Ada tiga cara yang dapat dikerjakan yaitu : 3
1.      Obat antitiroid
2.      Pembedahan
3.      Pengobatan dengan radioaktif iodine
4.      Terapi medis lain
Obat anti tiroid 3
1.      PTU (Propyl thiouracyl) pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg setiap 6 jam, setelah 4-8 minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg sekali atau dua kali dalam sehari. Keuntungan PTU dibandingkan dengan methimazole adalah bahwa PTU dapat menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan hormone tiroid secara cepat.
2.      Methimazole mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga lebih banyak digunakan sebagai single dose. Dosis awal dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1-2 bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai dosis rumatan.
Terapi diberikan sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40% mengalami perbaikan dalam 6 bulan sampai 15 tahun. Observasi diperlukan dalam jangka panjang oleh karena angka kekambuhan sangat tinggi yaitu sekitar 50% - 60% penderita.3

Terapi pembedahan
            Pada penderita dengan kelenjar gondok yang besar atau dengan goiter multinoduler maka tiroidektomi subtotal merupakan pilihan. Operasi baru bisa dikerjakan setelah euthyroid dan dua minggu sebelum operasi penderita diberikan solutio lugol dengan dosis 5 tetes dua kali sehari. Pemberian solutio lugol bertujuan untuk mengurangi vaskularisasi kelenjar sehingga akan mempermudah jalannya operasi. Pada sebagian penderita Graves’ disease membutuhkan suplemen hormone tiroid setelah dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pembedahan adalah hipoparatiroidisme dan terjadi kerusakan pada nervus recurrent laryngeal.3

Indikasi operasi adalah : 6
1.      Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak mempan dengan Obat Anti Tiroid.
2.      Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan Obat Anti Tiroid dosis   tinggi.
3.      Alergi terhadap Obat Anti Tiroid, pasien tidak bisa menerima iodium radioaktif.
4.      Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
5.      Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau lebih nodul.
                                   
Gambar 11. Sepuluh minggu setelah tiroidektomi total. Teknik bedah saat ini biasanya meninggalkan bekas luka yang lebih kecil. (dikutip dari referensi no. 1)

Terapi Radioaktif Iodine 3
            Dengan menggunakan I 131, setelah menggunakan iodine radioaktif, kelenjar akan mengecil dan menjadi eutiroid setelah 6-12 minggu. Pada orang tua dan mempunyai penyakit dasar jantung, tirotoksikosis yang berat atau ukuran kelenjar yang besar (>100 gr) harus diterapi dengan methimazole sampai eutiroid dulu kemudian methimazole di stop selama 5-7 hari baru diterapi dengan I 131.

Terapi Medik Lain 3
1.      Pada saat terjadi tirotoksikosis akut preparat penyekat beta adrenergik (beta blocker) sangat membantu untuk mengendalikan takikardi, hipertensi dan atrial fibrilasi. Selain itu, Beta blocker juga dapat membantu menurunkan hormone tiroid melalui mekanisme menghambat konversi T4 menjadi T3.
2.      Nutrisi yang adekuat dan multivitamin.

VIII.       KOMPLIKASI
Komplikasi Graves’ disease adalah krisis tiroid (thyroid storm). 3 Krisis tiroid adalah kondisi hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas terobati yang dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau trauma. Gambaran klinisnya ialah distress berat, sesak napas, takikardia, hiperpireksia, lemah, bingung, delirium,muntah, diare. Pengobatan terdiri dari suportif dan obat antitiroid-karbimasol 15-20 mg tiap 6 jam atau PTU 150-250 mg tiap 6 jam. Lugol 10 tetes tiap 8 jam. Pengaruh adrenergik diobati dengan memasukkan hati-hati propanolol 1-2 mg iv. Dosis ini dapat diulang tiap setengah jam dengan monitor EKG. Kemudian dapat diteruskan dengan Propanolol 40 mg tiap 8 jam. Pengobatan suportif berupa rehidrasi dengan cairan infuse, kmpres dingin, oksigen.2, 12

IX.             PROGNOSIS
Pada umumnya penyakit Graves’ mengalami periode remisi dan eksaserbasi, namun pada beberapa penderita setelah terapi tetap pada kondisi eutiroid dalam jangka lama, beberapa penderita dapat berlanjut ke hipotiroid. Follow up jangka panjang diperlukan untuk penderita dengan penyakit Graves’. 3

want more ? download it ! its free !!!
 

0 comments:

Posting Komentar

...thank you for the comment...

nhini.imud.ndud.qiyut

nhini.imud.ndud.qiyut