Penyakit Graves
adalah penyakit otoimun
dimana tiroid terlalu
aktif, menghasilkan jumlah yang berlebihan dari hormon tiroid (ketidakseimbangan
metabolisme serius yang dikenal sebagai
hipertiroidisme dan tirotoksikosis)
dan kelainannya dapat mengenai mata dan kulit. Penyakit Graves merupakan bentuk
tirotoksikosis yang tersering dijumpai dan dapat terjadi pada segala usia,
lebih sering terjadi pada wanita dibanding
pria. Sindroma ini terdiri dari satu atau lebih dari gambaran
tirotoksikosis,goiter, ophtalmopathy (exopthalmus), dermopathy (pretibial
myxedema) 1,2,3
Penyakit Graves
adalah nama dari Robert J. Graves untuk
dokter yang pertama kali
menggambarkannya di Irlandia.
Dia yang pertama mengidentifikasi gejala-gejala goiter,
palpitasi dan exopthalmus pada tahun 1835. Penyakit ini
juga disebut sebagai penyakit Basedow
yang dinamai oleh Adolph Jerman Karl van Basedow, pada tahun 1840. Dia tidak tahu bahwa Graves
telah menggambarkan penyakit yang sama
beberapa tahun sebelumnya. Istilah
penyakit Basedow ini lebih
sering digunakan di benua Eropa, jika di Amerika, ini disebut penyakit Graves.1,2,4
Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai
thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves’ hipertiroidisme yang
berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi
sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit
ini disebabkan oleh multifaktor antara
genetik, endogen dan faktor lingkungan.
I.
EPIDEMIOLOGI
Penyakit
Graves adalah penyebab paling umum
dari hipertiroid
(60-90% dari semua kasus),
Kurang lebih 15% penderita mempunyai predisposisi genetik, dengan kurang lebih
50% dari penderita mempunyai
autoantibodi tiroid dalam sirkulasi darah. Angka kejadian pada wanita sebanyak
5 kali lipat daripada laki-laki dengan usia bervariasi antara 20-40 tahun (perempuan:
laki-laki dari kejadian 5:01-10:01). Graves penyakit juga
merupakan penyebab paling
umum dari hipertiroid berat,
yang disertai dengan
tanda-tanda lebih dan
gejala klinis dan kelainan
laboratorium dibandingkan dengan
bentuk ringan dari
hipertiroidisme. Tentang 30-50% orang dengan penyakit Graves
juga akan menderita ophthalmopathy Graves (tonjolan dari salah
satu atau kedua
mata), yang disebabkan oleh peradangan pada
otot mata dengan
menyerang autoantibody.1,2
II.
ETIOLOGI
DAN FAKTOR PREDISPOSISI
Penyakit Graves merupakan suatu penyakit otoimun
yaitu saat tubuh menghasilkan antibodi yang menyerang komponen spesifik dari
jaringan itu sendiri, maka penyakit ini dapat timbul secara tiba-tiba dan penyebabnya
masih belum diketahui.2,6. Hal ini disebabkan oleh
autoantibodi tiroid (TSHR-Ab) yang mengaktifkan reseptor
TSH (TSHR), sehingga merangsang tiroid sintesis
dan sekresi hormon, dan
pertumbuhan tiroid (menyebabkan gondok
membesar difus). Keadaan
yang dihasilkan dari hipertiroidisme
bisa menyebabkan konstelasi dramatis tanda neuropsikologis
dan fisik dan gejala.1
Saat ini diidentifikasi adanya antibodi IgG sebagai
thryoid stimulating antibodies pada penderita Graves’ hipertiroidisme yang
berikatan dan mengaktifkan reseptor tirotropin pada sel tiroid yang menginduksi
sintesa dan pelepasan hormon tiroid. Beberapa penulis mengatakan bahwa penyakit
ini disebabkan oleh multifaktor antara
genetik, endogen dan faktor lingkungan. 2
Terdapat
beberapa faktor predisposisi 2 :
1.
Genetik
Riwayat
keluarga dikatakan 15 kali lebih besar dibandingkan populasi umum untuk terkena
Graves. Gen HLA yang berada pada rangkaian kromosom ke-6 (6p21.3) ekspresinya
mempengaruhi perkembangan penyakit autoimun ini. Molekul HLA terutama klas II
yang berada pada sel T di timus memodulasi respons imun sel T terhadap reseptor
limfosit T (T lymphocyte receptor/TcR) selama terdapat antigen. Interaksi ini
merangsang aktivasi T helper limfosit untuk membentuk antibodi. T supresor
limfosit atau faktor supresi yang tidak spesifik (IL-10 dan TGF-β) mempunyai
aktifitas yang rendah pada penyakit autoimun kadang tidak dapat membedakan mana
T helper mana yang disupresi sehingga T helper yang membentuk antibodi yang
melawan sel induk akan eksis dan meningkatkan proses autoimun. 2
2. Wanita
lebih sering terkena penyakit ini karena modulasi respons imun oleh estrogen.
Hal ini disebabkan karena epitope ekstraseluler TSHR homolog dengan fragmen
pada reseptor LH (7€85%) dan homolog dengan fragmen pada reseptor FSH (20€85%)
3. Status
gizi dan berat badan lahir rendah sering dikaitkan dengan prevalensi timbulnya
penyakit autoantibodi tiroid.
4. Stress
juga dapat sebagai faktor inisiasi untuk timbulnya penyakit lewat jalur
neuroendokrin.
5. Merokok
dan hidup di daerah dengan defisiensi iodium.
6. Toxin,
infeksi bakteri dan virus. Bakteri Yersinia
enterocolitica yang mempunyai protein antigen pada membran selnya yang sama
dengan TSHR pada sel folikuler kelenjar tiroid diduga dapat mempromosi
timbulnya penyakit Graves’ terutama pada penderita yang mempunyai faktor
genetik. Kesamaan antigen bakteri atau virus dengan TSHR atau perubahan
struktur reseptor terutama TSHR pada folikel kelenjar tiroid karena mutasi atau
biomodifikasi oleh obat, zat kimia atau mediator inflamasi menjadi penyebab
timbulnya autoantibodi terhadap tiroid dan perkembangan penyakit ini.
7. Periode
post partum dapat memicu timbulnya gejala hipertiroid.
8. Pada
sindroma defisiensi imun (HIV), penggunaan terapi antivirus dosis tinggi highly
active antiretroviral theraphy (HAART) berhubungan dengan penyakit ini dengan
meningkatnya jumlah dan fungsi CD4 sel T.
9. Multipel
sklerosis yang mendapat terapi Campath-1H monoclonal antibodi secara langsung,
mempengaruhi sel T yang sering disertai kejadian hipertiroid.
10. Terapi
dengan interferon α
III.
ANATOMI
DAN FISIOLOGI
Gambar
1. Hormon tiroid (T3 dan T4) yang
diproduksi oleh Kelenjar Tiroid dipicu oleh TSH yang terbentuk di Kelenjar
hipofisis. (dikutip
dari referensi
no.8)
Kelenjar tiroid pada manusia terletak tepat di depan trakea. Sel-sel yang memproduksi
hormon tiroid tersusun dalam folikel-folikel dan mengkonsentrasikan iodin yang
digunakan untuk sintesis hormon tiroid.
Hormon yang bersirkulasi adalah tiroksin (T4) dan tri-iodotironin (T3).
Kelenjar paratiroid menempel pada tiroid dan memproduksi hormon paratiroid
(Parathormon ; PTH). PTH penting dalam pengontrolan metabolisme kalsium dan
fosfat. Sel-Sel parafolikuler terletak dalam tiroid tersebar di antara folikel.
Sel-Sel ini memproduksi kalsitonin yang menghambat resorpsi kalsium tulang.7
Kelenjar
tiroid juga mengandung clear cell atau sel parafolikuler atau sel C yang
mensintesis kalsitonin. T3 mempengaruhi pertumbuhan, diferensiasi, dan
metabolisme. T3 selain disekresi oleh kelenjar tiroid juga merupakan hasil
deiodinasi dari T4 di jaringan perifer. T3 dan T4 disimpan terikat pada 3
protein yang berbeda : glikopreotein tiroglobulin di dalam koloid dari folikel,
prealbumin pengikat tiroksin dan albumin serum. Hanya sedikit T3 dan T4 yang
tidak terikat terdapat dalam sirkulasi darah.2
Pengaturan
sekresi hormon tiroid dilakukan oleh TSH (thyroid-stimulating hormone) dan
adenohipofisis. Sintesis dan pelepasannya dirangsang oleh TRH
(Thyrotropin-releasing hormone) dari hipothalamus. TSH disekresi dalam
sirkulasi dan terikat pada reseptornya pada kelenjar tiroid. TSH mengontrol
produksi dan pelepasan T3 dan T4. Efek TRH dimodifikasi oleh T3, peningkatan
konsentrasi hormon tiroid, misalnya, mengurangi respons adenohipofisis terhadap
TRH (mengurangi reseptor TRH) sehingga pelepasan TSH menurun dan sebagai
akibatnya kadar T3 dan T4 menurun (umpan balik negatif). Sekresi TRH juga dapat
dimodifikasi tidak hanya oleh T3 secara negatif (umpan balik) tetapi juga
melalui pengaruh persarafan.2
IV.
PATOGENESIS
Gambar 2. Patogenesis Graves’
Disease (dikutip dari referensi no.2)
Hipertiroidisme
pada penyakit Graves’ disebabkan oleh aktivasi reseptor tiroid oleh thyroid
stimulating hormone receptor antibodies yang dihasilkan oleh kelenjar tiroid
atau diluar kelenjar tiroid (kelenjar limfe dan sumsum tulang) atau disebabkan
proses imunologi yang menyebabkan penurunan dari sel T suppressor sehingga sel
T helper akan meningkat (multiplikasi) dan akan merangsang sel B untuk
memproduksi TSH receptor antibodies. TSH receptor antibodies akan berikatan
dengan TSH receptor pada kelenjar tiroid, meningkatkan cyclic AMP dependent dan
merangsang epithel folikular kelenjar tiroid untuk memproduksi tiroksin dan
triiodotironin (T4 dan T3) serta merangsang terjadinya hipertrophi dan
hiperplasi kelenjar tiroid. Berikatannya Thyroid Stimulating Antibodi dengan
reseptor TSH akan merangsang proses inflamasi dengan pengeluaran faktor-faktor
inflamasi (sitokin) interleukin-1, tumor necrosis factor a (TNF-a) dan
interferon-γ yang akan merangsang ekspresi molekul adhesi CD54 dan molekul
regulator CD40 dan HLA class II sehingga sel akan mengalami proses inflamasi.
Mekanisme ikatan dan aktifasi antara thyroid stimulating antibodies dengan
receptor tirotropin (TSH receptor) tidak diketahui dengan pasti. Suatu studi
mengatakan thyroid stimulating antibodies akan bergabung dengan epitope yang
sesuai pada domain ekstraseluler reseptor tirotropin.2
Ada 3 jenis autoantibodi terhadap reseptor TSH saat ini diakui: 1
a.
TSI,
Thyroid-stimulating imunoglobulin: antibodi ini (terutama Imunoglobulin G) bertindak sebagai LATS (Long-Acting
Stimulan Tiroid), mengaktifkan sel-sel dengan cara yang lebih lama dan lebih
lambat dari hormon thyroid-stimulating normal (TSH), yang menyebabkan produksi
tinggi hormon tiroid.
b.
TGI,
Tiroid imunoglobulin pertumbuhan: antibodi ini mengikat langsung ke reseptor
TSH
dan telah terlibat
dalam pertumbuhan folikel tiroid.
c.
TBII,
Thyrotropin Binding-Menghambat Imunoglobulin: antibodi ini menghambat serikat
normal TSH dengan reseptornya. Beberapa benar-benar akan bertindak sebagai jika
TSH sendiri adalah mengikat reseptornya, dengan demikian menyebabkan fungsi
thyroid. Jenis lain tidak dapat merangsang kelenjar tiroid, tetapi akan
mencegah TSI dan TSH dari mengikat dan merangsang reseptor.1
Dalam studi terhadap
pasien tirotoksik, Sensenbach dkk.
menemukan aliran darah otak yang akan meningkat, resistensi pembuluh darah otak
menurun, perbedaan oksigen arteri menurun, dan konsumsi oksigen tidak berubah.
Mereka menemukan bahwa selama pengobatan, ukuran otak terbukti secara
signifikan turun, dan ukuran ventrikel meningkat. Penyebab dari perubahan yang
luar biasa tidak diketahui, tetapi mungkin melibatkan regulasi osmotik. Sebuah
studi oleh Singh et al. menunjukkan
untuk pertama kalinya bahwa status thyroidal diferensial menginduksi apoptosis
pada korteks otak dewasa. T3 tindakan langsung pada mitokondria korteks
serebral dan menginduksi pelepasan sitokrom C
untuk menginduksi apoptosis. Mereka mencatat bahwa otak kecil dewasa tampaknya
kurang responsif terhadap perubahan status thyroidal.1
Hipertiroidisme
menyebabkan tingkat yang lebih rendah dari apolipoprotein (A), HDL, dan rasio
dari total / kolesterol HDL. Proses-proses
dan jalur menengahi metabolisme perantara karbohidrat, lipid, dan protein semua
dipengaruhi oleh hormon tiroid pada hampir semua jaringan. Protein pembentukan dan kehancuran
keduanya dipercepat pada hipertiroidisme. Penyerapan vitamin A meningkat dan
konversi karoten menjadi vitamin A dipercepat (persarafan
tubuh yang juga meningkat, dan konsentrasi darah rendah vitamin A dapat
ditemukan). Persarafan
untuk tiamin dan vitamin B6 dan B12 meningkat. Kurangnya vitamin B telah
terlibat sebagai penyebab kerusakan hati pada tirotoksikosis. Hyperthryoidism
juga dapat meningkatkan kadar kalsium dalam darah sebanyak 25% (dikenal sebagai
hiperkalsemia).
Sebuah ekskresi
meningkat kalsium dan fosfor dalam air seni dan tinja dapat menyebabkan hilangnya
tulang dari osteoporosis. Hormon
paratiroid (PTH) ditekan pada hipertiroidisme, mungkin sebagai tanggapan
terhadap tingkat kalsium tinggi.1
Penyakit
Graves’ ditandai dengan adanya baik sel B maupun sel T limfosit yang mudah
tersensitisasi oleh paling sedikit 4 autoantigen tiroid yaitu reseptor TSH,
tiroglobulin, tiroid peroksidase dan sodium atau iodide kotransporter. Reseptor
TSH merupakan autoantigen primer pada penyakit Graves’ dan yang lain merupakan
autoantigen sekunder. Pada penyakit Graves’, limfosit T menjadi tersensitisasi
oleh antigen dan menstimulasi limfosit B untuk mensintesis antibodi terhadap
antigen tersebut.2
Sel-sel
B limfosit yang terkumpul dalam kelenjar tiroid penderita Graves’ menurunkan
respons proliferatif terhadap sel B mitogen dan sekresi imunoglobulin basal
meningkat dibandingkan dengan sel B di perifer, ini menunjukkan status yang
aktif. Sel B tiroid ini secara invitro juga mensekresi autoantibodi tiroid
secara spontan untuk melawan preaktivasi. Kelenjar tiroid merupakan tempat
primer produksi autoantibodi tiroid pada penderita ini.2
Pada
penyakit Graves’, kelenjar tiroid tidak lagi dibawah kontrol TSH hipothalamus
tapi secara terus-menerus distimulasi oleh antibodi TSH-like activity yang kebanyakan ditemukan dalam subklas IgG1.
Antibodi yang terikat pada reseptor TSH dibagi menjadi 2, antibodi yang
mengawali proses transduksi sinyal intraseluler disebut sebagai TSH
receptor-stimulating antibodies, sedangkan yang tidak disebut sebagai TSH
receptor-blocking antibodies. TSH receptor-stimulating antibodies hanya terdeteksi
pada penderita Graves’.2
Gambar 3.
Patogenesis Oftalmopati Graves’ (dikutip dari referensi no.2)
V.
GEJALA KLINIS
Gambar 4. Presentasi Klinis Graves’
Disease (dikutip dari referensi no. 1)
Pada penderita usia
muda pada umumnya didapatkan palpitasi, nervous, mudah capek, hiperkinesia,
diare, keringat berlebihan, tidak tahan terhadap udara panas dan lebih suka
udara dingin.3
Pada penderita di atas
60 tahun yang menonjol adalah manifestasi kardiovaskuler dan miopati dengan
keluhan utama adalah palpitasi, sesak waktu melakukan aktivitas, tremor,
nervous, dan penurunan berat badan.3
Gejala lain didapatkan juga
penurunan berat badan tanpa disertai penurunan nafsu makan, kelenjar tiroid
membesar, didapatkan tanda-tanda mata tirotoksikosis (exopthalmus) dan umumnya
terjadi takikardi ringan. Kelemahan otot dan kehilangan massa otot terutama
pada kasus berat yang ditandai penderita biasanya tidak mampu berdiri dari
kursi tanpa bantuan.3
Dermopati merupakan
penebalan pada kulit terutama pada tibia bagian bawah sebagai akibat dari
penumpukan glikoaminoglikan (non pitting edema). Keadaan ini sangat jarang,
hanya terjadi pada 2-3 % penderita.3
Gambar 5. Presentasi Klinis Graves’
Disease (dikutip dari referensi no. 10)
Secara rinci, Gejala-gejala penyakit Graves’ dalam berbagai sistem, adalah sebagai berikut:
·
Umum – Kelelahan, kelemahan
·
Dermatologic - Hangat, lembab,
kulit halus, berkeringat; halus rambut; onycholysis; vitiligo, alopecia;
pretibial myxedema
- Neuromuskular - Getaran, kelemahan otot proksimal, kelelahan mudah, kelumpuhan periodik pada orang dari kelompok etnis rentan
- Kerangka - Sakit punggung, peningkatan risiko untuk patah tulang
- Kardiovaskular - Palpitasi, dyspnea pada aktivitas, nyeri dada.
- Pernapasan - Dispnea
- Gastrointestinal - motilitas usus meningkat dengan peningkatan frekuensi buang air besar
- Ophthalmologic - Tearing, sensasi berpasir di mata, fotofobia, nyeri mata, mata menonjol (exopthalmus) , diplopia, kehilangan penglihatan
- Ginjal - Poliuria, polidipsia
- Hematologi - Mudah memar
- Metabolik - Panas intoleransi, penurunan berat badan meskipun nafsu makan meningkat.
- Endokrin / reproduksi - periode menstruasi yang tidak teratur, penurunan volume menstruasi, ginekomastia, impotensi
- Psikiatri - Gelisah, cemas, lekas marah, insomnia
Gambaran klinis
dari Laboratorium, adalah :
·
Apabila ada kecurigaan hipertiroid maka yang diperiksa
adalah FT4 (free tiroksin), FT3 dan TSHs.3
·
Pemeriksaan thyroid antibody diantaranya adalah Tg Ab
(Thyroglobulin Antibodi) dan TPO Antibodi (Thyroperoxidase Antibodi) biasanya
positif pada penderita Graves’ disease dan Hashimoto’s thyroiditis tetapi untuk
TSH-R Ab (stimulating) adalah khas untuk Graves’ disease.3
·
I123 uptake atau technetium scan biasanya
digunakan untuk mengevaluasi ukuran kelenjar dan adanya nodul “hot” atau
“cold”. 3
VI.
DIAGNOSIS
A.
Anamnesis + Pemeriksaan Fisis
Dokter
kadang-kadang dapat mendiagnosa penyakit Graves hanya berdasarkan pemeriksaan
fisik dan riwayat medis.8 Hipertiroidisme
penyakit Graves menyebabkan berbagai gejala. Diagnosis Graves’ dapat ditegakkan apabila didapatkan
hipertiroid yang disertai exopthalmus. 3 Tanda lainnya yang merupakan diagnosis penyakit
Graves’ adalah
pretibial myxedema, gangguan kulit yang langka dengan tingkat terjadinya 1-4% ,
yang menyebabkan kental, kulit kemerahan pada kaki bagian bawah. Jenis gondok
(pembesaran kelenjar tiroid) yaitu dari jenis difus (yaitu, menyebar ke seluruh
kelenjar). Fenomena ini juga terjadi dengan penyebab lain dari hipertiroidisme,
meskipun penyakit Graves adalah penyebab paling umum dari gondok menyebar.
Sebuah gondok besar akan terlihat oleh mata telanjang, tapi gondok yang lebih
kecil mungkin hanya diketahui dengan pemeriksaan fisik. Pada kesempatan itu,
gondok tidak terdeteksi secara klinis tetapi dapat dilihat hanya dengan CT atau pemeriksaan USG tiroid.1
B.
Laboratorium
Gambar 6. Skema kelainan laboratorium
pada keadaan hipertiroidisme. (dikutip dari
referensi no. 11)
Pemeriksaan minimal yang harus dikerjakan bila ada
kecurigaan hipertiroid adalah FT4 dan TSHs. Apabila didapatkan peningkatan FT4
dan penurunan TSHs, maka diagnosis hipertiroid dapat ditegakkan. 3
Apabila
FT4 dan TSHs keduanya meningkat, maka harus dicurigai adanya tumor pituitary
yang memproduksi TSH.3
Apabila
FT4 normal sedangkan TSHs rendah, maka FT3 harus diperiksa, diagnosis Graves’
disease stadium awal dan T3-secreting toxic nodules dapat ditegakkan apabila
FT3 meningkat. Apabila FT3 rendah didapat pada euthyroid sick syndrome atau
pada penderita yang mendapatkan terapi dopamine atau kortikosteroid.3
Hipertiroid
dengan atau tanpa goiter apabila tidak disertai dengan exopthalmus harus
dilakukan radioiodine uptake. Bila didapatkan peningkatan uptake, maka
diagnosis Graves’ disease dan toxic nodular goiter dapat ditegakkan.
Radioiodine uptake yang rendah didapatkan pada hipertiroidism yang baik,
tiroiditis subakut, tiroiditis Hashimoto fase akut, pengobatan dengan
levotyroxin, yang jarang yaitu struma ovarii.3
Tjokroprawiro
membuat 3 kriteria diagnostic Penyakit Graves’ yaitu : 3
a)
Diagnosis dengan penyakit Graves’ : struma, gejala
umum, gejala kardiovaskular
b)
Diagnosis klinis penyakit Graves’ : diagnosis dengan
Indeks Wayne > 20 atau Indeks New Castle > 40
Indeks Wayne
Gambar 7. Indeks Wayne. (dikutip dari referensi no. 11)
Indeks New Castle
Gambar 8. Indeks New Castle. (dikutip dari referensi no. 11)
c)
Diagnosis pasti penyakit Graves’ : diagnosis klinis
ditambah FT4 meningkat dan TSHs menurun.
Dokter juga dapat
mempertimbangkan tes Imunoglobulin thyroid-stimulating, karena antibodi tiroid harus diukur (hampir
semua pasien dengan hipertiroidisme Graves memiliki terdeteksi TSHR-Ab atau Tes Antibodi TSH) . Pengukuran
thyroid-stimulating imunoglobulin (TSI) adalah
yang paling akurat ukuran antibodi tiroid. Mereka akan menjadi positif dalam 60
sampai 90% anak dengan penyakit Graves. Jika TSI tidak tinggi, maka penyerapan
yodium radioaktif harus dilakukan; hasil yang tinggi dengan pola menyebar khas
dari penyakit Graves.1,8
Hasil
tes fungsi hati harus diperoleh untuk memantau toksisitas hati yang disebabkan oleh
thioamides (obat antitiroid). 12
Penyakit
Graves dapat berhubungan dengan anemia normositik, rendah-normal untuk sedikit
tertekan jumlah WBC total dengan limfositosis relatif dan monocytosis, rendah
normal untuk jumlah trombosit sedikit tertekan. Thionamides jarang dapat
menyebabkan efek samping hematologi yang parah, tapi rutin skrining untuk
peristiwa langka tidak hemat biaya. 12
Investigasi
ginekomastia yang terkait dengan penyakit Graves dapat mengungkapkan seks
meningkat pengikat hormon tingkat globulin dan penurunan tingkat testosteron
bebas. 12
Penyakit
Graves dapat memperburuk kontrol diabetes dan dapat tercermin oleh peningkatan
hemoglobin A1C pada pasien diabetes. Sebuah profil lipid puasa mungkin
menunjukkan penurunan kadar kolesterol total dan penurunan tingkat
trigliserida.12
C.
Radiologi
Scan tiroid menunjukkan bagaimana dan di mana yodium didistribusikan tiroid. Pada penyakit Graves, seluruh kelenjar tiroid yang terlibat sehingga yodium muncul di seluruh kelenjar. Penyebab lain hipertiroidisme seperti nodul-benjolan kecil di kelenjar-akan menunjukkan pola yang berbeda dari distribusi yodium. 1
Scan tiroid menunjukkan bagaimana dan di mana yodium didistribusikan tiroid. Pada penyakit Graves, seluruh kelenjar tiroid yang terlibat sehingga yodium muncul di seluruh kelenjar. Penyebab lain hipertiroidisme seperti nodul-benjolan kecil di kelenjar-akan menunjukkan pola yang berbeda dari distribusi yodium. 1
Gambar
9. Scan tiroid yang terkena dampak sebelum dan sesudah terapi radioiodine. (dikutip dari referensi no. 1)
D.
Histopatologi
Biopsi untuk
mendapatkan pengujian histologis biasanya tidak diperlukan, tetapi dapat
diperoleh jika dilakukan tiroidektomi.1
Gambar
10. Gambaran Histopatologi Graves’ : hiperplasia difus dari kelenjar
tiroid (Gejala klinis sebagai hipertiroid). (dikutip dari referensi no. 1)
VII.
PENATALAKSANAAN
Walaupun yang
mendasari penyakit Graves ini adalah suatu proses autoimun, namun
penatalaksanaan ditujukan untuk mengendalikan hipertiroidnya. Ada tiga cara
yang dapat dikerjakan yaitu : 3
1. Obat antitiroid
2. Pembedahan
3. Pengobatan dengan radioaktif iodine
4. Terapi medis lain
Obat anti tiroid 3
1.
PTU (Propyl
thiouracyl) pada umumnya dosis awal adalah 100-150 mg setiap 6 jam, setelah 4-8
minggu dosis diturunkan menjadi 50-200 mg sekali atau dua kali dalam sehari.
Keuntungan PTU dibandingkan dengan methimazole adalah bahwa PTU dapat
menghambat konversi T4 menjadi T3 sehingga lebih efektif dalam menurunkan
hormone tiroid secara cepat.
2.
Methimazole
mempunyai duration of action yang lebih panjang sehingga lebih banyak digunakan
sebagai single dose. Dosis awal dimulai dengan 40 mg setiap pagi selama 1-2
bulan dan selanjutnya dosis diturunkan menjadi 5-20 mg setiap pagi sebagai
dosis rumatan.
Terapi diberikan
sampai mengalami remisi spontan, pada sekitar 20-40% mengalami perbaikan dalam
6 bulan sampai 15 tahun. Observasi diperlukan dalam jangka panjang oleh karena
angka kekambuhan sangat tinggi yaitu sekitar 50% - 60% penderita.3
Terapi
pembedahan
Pada penderita dengan kelenjar
gondok yang besar atau dengan goiter multinoduler maka tiroidektomi subtotal
merupakan pilihan. Operasi baru bisa dikerjakan setelah euthyroid dan dua
minggu sebelum operasi penderita diberikan solutio lugol dengan dosis 5 tetes
dua kali sehari. Pemberian solutio lugol bertujuan untuk mengurangi
vaskularisasi kelenjar sehingga akan mempermudah jalannya operasi. Pada
sebagian penderita Graves’ disease membutuhkan suplemen hormone tiroid setelah
dilakukan tiroidektomi. Komplikasi pembedahan adalah hipoparatiroidisme dan
terjadi kerusakan pada nervus recurrent laryngeal.3
Indikasi
operasi adalah : 6
1.
Pasien umur muda dengan struma yang besar serta tidak
mempan dengan Obat Anti Tiroid.
2.
Pada wanita hamil (trimester kedua) yang memerlukan
Obat Anti Tiroid dosis tinggi.
3.
Alergi terhadap Obat Anti Tiroid, pasien tidak bisa
menerima iodium radioaktif.
4.
Adenoma toksik atau struma multinodular toksik.
5.
Pada penyakit grave yang berhubungan dengan satu atau
lebih nodul.
Gambar
11. Sepuluh minggu setelah tiroidektomi
total. Teknik bedah saat ini biasanya meninggalkan bekas luka yang lebih kecil. (dikutip dari referensi no. 1)
Terapi
Radioaktif Iodine 3
Dengan menggunakan I 131, setelah
menggunakan iodine radioaktif, kelenjar akan mengecil dan menjadi eutiroid
setelah 6-12 minggu. Pada orang tua dan mempunyai penyakit dasar jantung,
tirotoksikosis yang berat atau ukuran kelenjar yang besar (>100 gr) harus
diterapi dengan methimazole sampai eutiroid dulu kemudian methimazole di stop
selama 5-7 hari baru diterapi dengan I 131.
Terapi Medik
Lain 3
1.
Pada saat
terjadi tirotoksikosis akut preparat penyekat beta adrenergik (beta blocker)
sangat membantu untuk mengendalikan takikardi, hipertensi dan atrial fibrilasi.
Selain itu, Beta blocker juga dapat membantu menurunkan hormone tiroid melalui
mekanisme menghambat konversi T4 menjadi T3.
2.
Nutrisi yang
adekuat dan multivitamin.
VIII.
KOMPLIKASI
Komplikasi Graves’ disease
adalah krisis tiroid (thyroid storm). 3 Krisis tiroid adalah kondisi
hipermetabolik yang mengancam jiwa dan ditandai oleh demam tinggi dan disfungsi
sistem kardiovaskular, sistem saraf, dan sistem saluran cerna. Awalnya, timbul hipertiroidisme yang
merupakan kumpulan gejala akibat peningkatan kadar hormon tiroid yang beredar
dengan atau tanpa kelainan fungsi kelenjar tiroid. Ketika jumlahnya menjadi
sangat berlebihan, terjadi kumpulan gejala yang lebih berat, yaitu
tirotoksikosis. Krisis tiroid merupakan keadaan dimana terjadi dekompensasi
tubuh terhadap tirotoksikosis tersebut. Tipikalnya
terjadi pada pasien dengan tirotoksikosis yang tidak terobati atau tidak tuntas
terobati yang dicetuskan oleh tindakan operatif, infeksi, atau trauma. Gambaran
klinisnya ialah distress berat, sesak napas, takikardia, hiperpireksia, lemah,
bingung, delirium,muntah, diare. Pengobatan terdiri dari suportif dan obat
antitiroid-karbimasol 15-20 mg tiap 6 jam atau PTU 150-250 mg tiap 6 jam. Lugol
10 tetes tiap 8 jam. Pengaruh adrenergik diobati dengan memasukkan hati-hati
propanolol 1-2 mg iv. Dosis ini dapat diulang tiap setengah jam dengan monitor
EKG. Kemudian dapat diteruskan dengan Propanolol 40 mg tiap 8 jam. Pengobatan
suportif berupa rehidrasi dengan cairan infuse, kmpres dingin, oksigen.2, 12
IX.
PROGNOSIS
Pada umumnya penyakit
Graves’ mengalami periode remisi dan eksaserbasi, namun pada beberapa penderita
setelah terapi tetap pada kondisi eutiroid dalam jangka lama, beberapa
penderita dapat berlanjut ke hipotiroid. Follow up jangka panjang diperlukan
untuk penderita dengan penyakit Graves’. 3
want more ? download it ! its free !!!
0 comments:
Posting Komentar
...thank you for the comment...